Perunggasan "Kebablasan yang terencana"?
Tahun 2014
Harga DOC Broiler “Super” pada
bulan
1. Januari
hingga Juli stabil di angka Rp.4.500,-
s/d Rp. 5.000,-/ekor.Satu minggu menjelang lebaran, harga DOC Broiler sudah
terlihat ada gejala mulai menurun. Selanjutnya dua minggu setelah lebaran
harganya merosot menjadi Rp. 2800,-/ekor.
Pelaku bisnis perunggasan
ini, masih belum sadar dari mana penyebab masalah ini dan masih berwawasan karena pengaruh: musim
kemarau yang panjang dan bulan Sura.
Bagi penulis: peristiwa banjirnya DOC Broiler yang berkepanjangan
hingga satu tahun ke depan ini. Tidak lepas dari kebijakkan “akhir jabatan” di instansi terkait
yang melonggarkan kebijakkan masuknya baik DOC
GP atau Hatching egg GP serta DOC Parent Stock. Dan naik kelasnya
peternak-peternak Broiler ke kelas setara Breeding Farm.
2. Di
bulan Agustus baik pebisnis yang menjadi anggota asosiasi maupun yang “non”, mengadakan ritual yang sama seperti
tahun-tahun sebelumnya yakni: pemusnahan
calon anak ayam hingga 50% dari
populasi disertai pengurangan suplay Hatching egg. Namun sayang banyak pebisnis tersebut di atas yang
tidak fair dalam melaksanakannya, sehingga
terjadi aksi boikot.
3. Diakhir
bulan September, harga DOC tak terkendali sangat merosot. DOC Broiler “Super” hanya diharga Rp. 1.000,- s/d Rp. 1.500,-
per ekor. Diperkirakan supply DOC broiler jauh diatas kejadiaan tahun 2008
sekitar 45.000.000 ekor/minggu.
- Komoditi daging ayam potong/dress, harganya juga mengalami penurunan dikarenakan stok ayam hidup di kandang peternak “Kemitraan Bodong” maupun peternak sekala pelihara DOC “Grade dua” cukup tinggi dengan panen hampir berbarengan.
- Komoditi unggas lainnya seperti telor “Coklat”; harganya juga mengalami penurunan akibat kena imbas penggelontoran telor jenis Hatching Egg yang tidak masuk Setter.
Gejala
penurunan harga DOC Layer sudah terasa di bulan April dan terparah terjadi di bulan
Juli yaitu Rp. 1.000,-/ekor.
- Inilah kondisi perunggasan kita,
1. yang
sebagian besar dikelola oleh “generasi kedua”, yang berorientasi “bisnis
minded” dan maunya serba instan.
2. Dan
siapa pebisnis yang tidak tergiur, manakala bisnis perunggasan bersifat bebas
dari PPN 10% (Komoditi Pertanian yang bersifat kebutuhan pokok), Bisnisnya pun
seolah-olah ditunjang oleh
kebijakkan-kebijakkan yang menggampangkan impor DOC GP, PS dan bahan baku pakan seperti Jagung, tepung Ikan,
tepung kedele.
- Sungguh kondisi perunggasan yang memprihatinkan; selama kurun waktu dua dasa warsa, Selalu gonjang-ganjing dan tanpa arah memikirkan strategi terhadap “kedaulatan pangan -sumber Protein hewani”.
Kini nampak semakin gonjang-ganjing
dan galau karena muncul dilema baru yakni:
1. Melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Rp. 12.160,- s/d Rp. 12.700,- per 1 US
$). Tentu dampaknya akan jelas didepan mata;
Harga pakan, obat-obatan,
vaccine akan naik harganya.
DOC GPS dan PS, untuk program “pengganti” indukkan yang sudah tua,
akan terasa mahal dan berat.
2. Di awal
November harga BBM: Premium naik menjadi Rp. 8.500, serta solar menjadi Rp.
8.000 dari Rp. 6.500,-/liter.
3. pasar
bebas Asean (AFTA 2015) besok pagi sudah di depan mata.
- Lalu bagaimana sikap kita?;
Bagaimana Instansi terkait, Akademisi dan
praktisi serta pelaku usaha bakal menyikapinya?.
Nggak jelas…..
Jelas... Kegotongroyongan nggak mau....
Karena mereka tak punya wawasan Nasional “NKRI”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar