Miris
Perunggasan “Ayam” di Negaraku... NKRI.
Bagaimana
tidak miris?
Perhatikan catatan
gonjang ganjing Harga Day Old Chickens (DOC), selama kurun waktu 20 tahun,
sumber asli dari penulis.
Tahun
1995, sekitar bulan
Juli.
Adalah awal mula tejadinya gonjang
ganjing harga DOC , dijual dengan harga Rp. 1.000,- dapat 3 ekor. Karena terjadi over
produksi di bulan Juli hingga Oktober 1995.
Tahun
1997,1998
Harga
DOC merosot, karena krisis moneter.
Tahun
2003, 2004, sekitar
bulan Oktober dan seterusnya.
Terjadi merebaknya kasus flu burung,
bukan karena over produksi tapi masyarakat takut makan produk “Ayam”. Sehingga
harga DOC terjadi gonjang-ganjing.
Tahun
2008.
Secara Nasional suplay DOC Pedaging di awal tahun
melebihi pangsa pasar mengakibatkan
harga nya turun. Kejadiannya cukup lama diikuti harga pakan ayam mulai naik,
berakibat banyak pembibitan Ayam yang sedikit melakukan “Chick In”. Karena
kesulitan keuangan dan dampak dari harga BBM yang “melambung” baik secara
nasional maupun global. Kondisi lain perekonomian Negara Amerika Serikat sedang
mengalami krisis finansial pula.
Tahun 2011
Dampak dari eporia pembibitan ayam melakukan
Chick In di tahun 2010, maka tejadilah kondisi kelebihan populasi DOC Broiler.
Di P. Jawa, pada bulan Maret harga DOC
“Broiler-Super” di tingkat pembibitan ayam, merosot menjadi Rp. 3.500,- per ekor.
Dan mulai terjadi “perang” hingga diperlakukan
banting harga, khusus di akhir jadual hari-hari Pull Chick.
Selama bulan April, harga DOC “Broiler-Super”
semakin merosot saja, per ekor dihargai hanya Rp. 1.500,- s/d Rp. 1.750,- Di bulan Mei, harga DOC “Broiler-Super” tidak lebih dari Rp.
1.000,- s/d Rp. 1.200,- per ekor. Dengan situasi sangat tidak menentu dan tidak
jelas kapan berakhirnya.
Kliping kutipan artikel: berita dari
Antaranews.com tertanggal 11 Juni 2009” tercantum salah satu alinea, bahwa data
dari Informasi Pasar (Pinsar), “permintaan daging ayam” di dalam negeri di Tahun
2008 mencapai 980.000 ton.
Komentar penulis: daging ayam Broiler
980.000 Ton, dalam bentuk “Dress” adalah setara 1.225.000.000 ekor ayam broiler
hidup per tahun. Perhitungan penulis hal
tersebut setara dengan 1.303.400.000 ekor/tahun atau 24.137.037ekor/minggu.
Kliping kutipan: Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU)
Indonesia Krissantono mengatakan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
industri pembibitan ayam masih harus mengimpor dari luar negeri karena di dalam
negeri belum dapat diproduksi, Indukkan ayam (GPS dan PS)
Krissantono
memaparkan produksi anak ayam ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia yang rata-rata mengkonsumsi hanya 31 juta ekor per minggu atau setara
dengan 1.612 juta ekor setahun. (Oleh Rika Panda - Minggu,
04 Desember 2011)
Tahun 2012
Di bulan Januari hingga Februari harga DOC
Broiler “Super” hanya bergerak di kisaran
Rp. 3250 hingga Rp. 3800,-/ekor,-
Di bulan April harga melonjak menjadi
Rp. 4800,-/ekor.
Kondisi perunggasan ayam Broiler di pertengahan
bulan Agustus, tambah parah satu ekor DOC Broiler hanya di jual Rp.
1.500,-/ekor dan mulai bergerak setelah pebisnis melakukan pengurangan suplay
DOC Broiler melalui kegiatan pemusnahan calon anak ayam maupun pengurangan
Hatching Egg.
Tahun 2013
Dampak dari ulah pebisnis tersebut di atas, baru
terasa di awal bulan Januari 2013 dimana harga DOC Broiler “Super” Rp. 3.700,-/ekor. Dan bergerak naik terus ke angka Rp. 5.500,-/ekor,
ter monitor di bulan April.
Rupanya kondisi tersebut, membuat pebisnis banyak
yang melakukan chik in DOC Parent Stock baik itu di P. Jawa atau di Kalimantan
Barat dan Sumatra Utara, Sumatra Selatan, dengan harapan di tahun depan
mendapat untung besar dan bisa menutup utang-utang tahun sebelumnya.
Harga DOC Layer, di bulan Januari masih pada
kisaran Rp. 8.000,-/ekor, tapi sudah terasa ada gejala penurunan, di bulan
April harganya Rp. 5.000,-per ekor.
Tahun
2014
Harga DOC Broiler “Super” pada bulan Januari
hingga Juli stabil di angka Rp. 4.500,- s/d Rp. 5.000,-/ekor.
Satu minggu menjelang lebaran, harga DOC Broiler
sudah terlihat ada gejala mulai menurun. Selanjutnya dua minggu setelah lebaran
harganya merosot menjadi Rp. 2800,-/ekor.
Pelaku bisnis perunggasan ini, masih belum sadar
dari mana penyebab masalah ini dan masih berwawasan karena pengaruh: musim
kemarau yang panjang dan bulan Sura.
Komentar penulis: peristiwa banjirnya DOC Broiler
yang berkepanjangan hingga satu tahun ke depan ini. Tidak lepas dari kebijakkan
melonggarkan kebijakkan masuknya baik DOC GP atau Hatching egg GP serta DOC
Parent Stock. Dan naik kelasnya peternak-peternak Broiler ke kelas setara
Breeding Farm.
Di bulan Agustus baik pebisnis yang menjadi
anggota asosiasi maupun yang “non”, mengadakan ritual yang sama seperti
tahun-tahun sebelumnya yakni: pemusnahan calon anak ayam (umur 18 hari di mesin
pengeram) hingga 50% dari populasi disertai pengurangan suplay Hatching egg.
Namun sayang banyak pebisnis tersebut di atas yang tidak fair dalam
melaksanakannya, sehingga terjadi aksi boikot.
Diakhir bulan September, harga DOC tak
terkendali sangat merosot. DOC Broiler
“Super” hanya diharga Rp. 1.000,- s/d Rp. 1.500,- per ekor.
Analisa penulis, yang tertuang pada bukunya. Diperkirakan
supply DOC broiler jauh diatas kejadian tahun 2008 sekitar 45.000.000
ekor/minggu.
Komoditi daging ayam potong/dress, harganya juga
mengalami penurunan dikarenakan
stok ayam hidup di kandang peternak “Kemitraan Bodong” maupun peternak sekala “Sangat
Gurem” (pelihara DOC “Grade dua”), “cukup melimpah” dengan waktu panen hampir
berbarengan.
Diakhir tahun2014 tersebut, nampak semakin
gonjang-ganjing dan galau karena muncul dilema baru yakni:
1. Melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Rp. 12.160,- s/d Rp. 12.700,- per 1 US
$). Tentu dampaknya akan jelas didepan mata;
Harga
pakan, obat-obatan, vaccine akan naik
harganya.
DOC GPS dan PS, untuk program “pengganti”
indukkan yang sudah tua, akan terasa mahal dan berat.
2. Di
awal November harga BBM: Premium naik menjadi Rp. 8.500, serta solar menjadi
Rp. 8.000 dari Rp. 6.500,-
Tahun
2015
Bulan Januari hingga Maret,
harga DOC “super”, dibawah Rp. 3.000,-/ekor dan sangat tidak menentu. Hal ini
sudah pasti dikarenakan suplay DOC sangat melebihi permintaan pasar sebagai
efek kebijakan peternak “pembibitan” yang gencar pelihara ayam Parent Stock
secara besar-besaran dan serentak ditahun 2012-2013.
Bulan April, meskipun tak
terendus oleh “media” banyak usaha pembibitan ayam yang mendapat musibah;
banyak ayam parent stocknya terkena penyakit flu burung. Sehingga banyak pula
ayam indukkan parent stock yang sedang produktif di afkir lebih cepat.
Secara rata-rata harga
DOC Broiler “Super”, tercatat dengan harga
mendekati break event point sebulan menjelang bulan “munggah” selebihnya sangat
jauh dibawah BEP DOC.
Nilai tukar Rupiah terhadap
US Dollar yang melejit (Rp. 14.400,-/1 US $), telah mempengaruhi dunia
perunggasan kita, baik untuk belanja bahan baku pakan (jagung, tepung ikan,
bungkil kedelai, kedelai utuh, dedak gandum semua harus import), Obat-obatan,
Vaccin maupun pembelian DOC baik parent stock (harga 2,5 $US/ekor) maupun Grand
Parent Stock ( harga 25 $ US/ekor).
Entah apa maksud dan asal-usulnya, dipertengahan
bulan September, keluar pernyataan-pernyataan:
-> Para peternak tak sampai dua bulan menikmati harga ayam yang tinggi, kini
harga daging ayam ras kembali jatuh ke level Rp 10.000-12.000/kg.
"Tidak mudah mengatur harga di pasar, tidak seperti membalikkan
telapak tangan. Belum lama pada pertengahan Agustus harga ayam dianggap mahal.
Kemudian pedagang demo," ungkap Don P. Utoyo, Ketua Federasi Masyarakat
Perunggasan Indonesia kepada detikFinance melalui pesan singkat, Kamis
(17/9/2015).
Komentar penulis:
Untuk mencari penyebabnya? nggak ribet-ribet amat. Lihat kondisi di pasar dan dipemotongan2 ayam.
Ada berapa macam jenisnya (misal; ayam broiler ukuran 1.9 - 1.3 kg, ayam pejantan 0.8 -0.9 kg, ayam indukkan tua Parent Stock 3.3 - 3.8 atau 4.2 - 4.5Kg).
Dari mana asal-usulnya? dan berapa lama harga daging ayam akan turun terus ?
Ada berapa macam jenisnya (misal; ayam broiler ukuran 1.9 - 1.3 kg, ayam pejantan 0.8 -0.9 kg, ayam indukkan tua Parent Stock 3.3 - 3.8 atau 4.2 - 4.5Kg).
Dari mana asal-usulnya? dan berapa lama harga daging ayam akan turun terus ?
-> “Potensi produksi DOC Final Stock ayam pedaging kata Muladno, untuk tahun
2015 sebanyak 3,3 miliar ekor. Sedangkan untuk kebutuhan DOC Final Stock di
dalam negeri, sebanyak 2,44 miliar ekor”.
"Dalam waktu dekat, kita akan melakukan ekspor
telur tetas induk (Parent Stock Hatching Eggs) ke Myanmar. Rencana ekspor ini
dilakukan setelah melakukan diskusi dengan pemerintah Myanmar," kata
Muladno di Jakarta, Jumat (28/08/2015).
"Ini pertanda bahwa Indonesia telah mandiri dalam
memenuhi permintaan dalam negeri. Atau sudah swasembada daging ayam, bahkan
kemampuan produksinya telah surplus karena bisa ekspor,"
Komentar penulis:
Angin “sorga” kah ini? Atau jangan-jangan hanya untuk
mengalihkan perhatian karena yang bermain adalah in group Breeder.
Perhitungan dan analisa penulis:
Produksi : 3,3 miliar ekor -> 61,111 juta/minggu.
kebutuhan DOC Final Stock di dalam negeri, sebanyak 2,44 miliar ekor” -> 45,185 juta/minggu. Jadi kelebihan produksi 15,926
juta/mg. Jadi so what?
-> Seperti diketahui di pertengahan September, para Breeding Farm GPS dan atau PS Broiler mengemis untuk memusnahkan 6
juta ekor bibit ayam tujuannya agar harga ayam menjadi stabil.
Komentar penulis: Apa pula ini? Dulu ada istilah
“aborsi” memusnahkan calon anak ayam (umur 18 hari di mesin pengeram) dan DOC
Broiler. Mereka sering bahkan sangat sering melakukannya selama kurun waktu 20
tahun.
Lalu kelakuan mereka sekarang ini disebut apa?
Dipastikan setelah Breeding melakukan ritual tersebut di atas (pengurangan 6 juta indukkan PS), harga DOC final (Broiler) akan naik harganya, bisa Rp. 7.000,-/ekor. berlangsung hingga tahun depan.
Mengapa? karena selain suplaynya berkurang, DOC Broiler yang beredar di pasaran hanya 45%, sisanya masuk kemitraan bodong.
Harga daging ayam naik pula, tapi bagi peternak broiler "Sangat Gurem" mungkin tidak bisa menikmatinya (karena jika mereka berbarengan panen dengan kemitraan bodong, harganya pasti turun).
Sungguh kondisi perunggasan yang “miris” bin memprihatinkan;
selama kurun waktu dua dasa warsa, selalu
gonjang-ganjing dan tanpa arah memikirkan strategi supply and demand terhadap “ketahanan
dan kedaulatan pangan – khususnya sumber Protein hewani dari daging dan telor
ayam”.
Inilah kondisi perunggasan “ayam” kita:
1. yang
sebagian besar dikelola oleh “generasi kedua”, yang berorientasi “bisnis
minded” dan maunya serba instan.
2. Lahan “Bisnis” yang sebagian besar sudah di caplok oleh
Perusahaan-perusahaan Breeding Farm, kaliber internasional.
3. Dan
siapa pebisnis yang tidak tergiur, manakala bisnis perunggasan bersifat bebas
dari PPN 10% (Termasuk komoditi
Pertanian yang bersifat kebutuhan pokok),
4. Bisnisnya
pun seolah-olah ditunjang oleh kebijakkan-kebijakkan “terserah pasar” yang sepertinya menggampangkan impor DOC
GP, PS hasil DOC final stock Broiler mau jeblok mau naik
“monggo terserah pasar”. Nggak usah
memikirkan dan capai-capai menciptakan ‘ayam lokal dan super” hasil dari plasma
nutfah asli Indonesia. Lebih baik import “kutuk” GPS atawa PS dari luar negeri.
Kagak usah belajar data kebutuhan riil antara suplay demand ayam Broiler,
nJlimet....
5. Bisnisnya lebih memilih bahan
baku pakan ayam seperti; jagung,
tepung ikan, polard, kedelai utuh, tepung
kedele kesemuanya ber “label import”, lebih keren dari pada hasil petani lokal.
6. Senang mentertawakan pimpinan “Presiden dan kabinet” berikutnya,
dengan meloloskan kebijakkan-kebijakkan tersebut di atas; satu atau dua tahun menjelang
“pemilu”.
7. Senang mentertawakan karyawan kandang dan penetasan yang
terkena PHK “massal”. Untung dipekerjakan kembali, harus dengan aturan Outsourcing.
Harapan tinggal harapankah? untuk
mewujudkan gagasan yang luhur pakar-pakar Perunggasan terdahulu yaitu:
"Mewujud nyatakan ketersediaan sumber protein hewani yang murah meriah dan
terjangkau bagi masyarakat, melalui produk unggas seperti Telor dan Daging
ayam" dengan semangat ke"Gotong Royong-an".
Kini saatnya harus dan harus
berbenah atau merevolusi perunggasan “ayam” dengan merevisi UU No.18 tahun
2009 tentang “Peternakan dan kesehatan
hewan” serta memberlakukannya secara benar dan konsekuen ada “punish dan
reward” bagi pelaku Breeding Farm dan turunannya.
Pamulang, 18 September 2015.
penulis buku: ” Manajemen
penetasan ayam untuk Broiler dan layer”.